Kamis, 20 Maret 2014

Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Budaya di Indonesia

Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Budaya di Indonesia

 
Berbagai persoalan yang timbul akibat keberagaman budaya bangsa Indonesia yang plural dan majemuk ini memerlukan sebuah model penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga konflik sosial yang selama ini berkembang dapat diminimalkan. Sebuah masyarakat yang memiliki karakteristik heterogen pola hubungan sosial antarindividunya di dalam masyarakat, harus mampu mengembangkan sifat toleransi dan menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan menerima setiap perbedaan-perbedaan yang melekat pada keberagaman budaya bangsa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep yang mampu mewujudkan situasi dan kondisi sosial yang penuh kerukunan dan perdamaian meskipun terdapat kompleksitas perbedaan. Kebesaran kebudayaan suatu bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keanekaragaman kebudayaan dalam sebuah kesatuan yang dilandasi suatu ikatan kebersamaan.
 
Salah satu pengembangan konsep toleransi terhadap keberagaman budaya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang multikultural dengan bentuk pengakuan dan toleransi, terhadap perbedaan dalam kesetaraan individual maupun secara kebudayaan. Dalam masyarakat multikultural, masyarakat antarsuku bangsa dapat hidup berdampingan, bertoleransi, dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya merupakan sebuah wacana, tetapi harus dijadikan pedoman hidup dan nilai-nilai etika dan moral dalam perilaku masyarakat Indonesia. Dalam prinsip multikulturalisme ini penegakan prinsip-prinsip demokrasi menjadi tujuan utama nilai-nilai sosial.
 
Salah satu ciri masyarakat multikultur adalah pengakuan terhadap kesetaraan dalam perbedaan. Melalui pendekatan multikultur setiap kebudayaan dan antarkelompok masyarakat dipandang mempunyai cara hidupnya sendiri-sendiri yang harus dipahami dari konteks masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.
 
Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang menggunakan konsep demokrasi sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan didukung oleh pranata-pranata sosial masyarakat. Prinsip demokrasi hanya dapat berkembang dan hidup secara mantap dalam sebuah masyarakat yang mempunyai toleransi terhadap perbedaan-perbedaan karena adanya kesetaraan dalam kemajuan dan kesejahteraan hidup masyarakatnya
 
Dalam melaksanakan prinsip demokrasi terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, sistem negara menganut prinsip demokrasi partisipatif. Dalam sistem demokrasi partisipatif, hukum adalah supremasi tertinggi dengan tidak memihak pada kelompok tertentu. Semua kelompok masyarakat, baik mayoritas atau minoritas, kaya atau miskin dikendalikan melalui prinsip-prinsip hukum yang objektif. Kedua, adanya distribusi pendapatan dan sarana ekonomi yang relatif merata. Artinya, tidak terjadi ketimpangan sosial ekonomi antarlapisan, golongan, dan daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi dan politik sangat penting dalam mengelola masyarakat majemuk tersebut.
 
Selain itu, alternatif penyelesaian keberagaman budaya yang ada di Indonesia dilakukan melalui interaksi lintas budaya dengan mengembangkan media sosial, seperti pengembangan lambang-lambang komunikasi lisan maupun tertulis, norma-norma yang disepakati dan diterima sebagai pedoman bersama, dan perangkat nilai sebagai kerangka acuan bersama. Sebenarnya interaksi lintas budaya bagi masyarakat Indonesia yang tersebar di Kepulauan Nusantara bukan merupakan hal yang baru. Jauh sebelum kedatangan orang Eropa, mobilitas penduduk di Kepulauan Nusantara tersebut cukup tinggi yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa atau golongan sosial perkotaan di Indonesia. Gejala tersebut bukan hanya membuktikan betapa tingginya mobilitas penduduk di masa lampau, melainkan juga mencerminkan adanya pola-pola interaksi sosial lintas budaya.
 
 
Gambar 3.3 Toponomi perkampungan masa kolonial
Sumber: Masa Menjelang Revolusi
 
Berdasarkan pola-pola pemukiman yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa terdapat pola pembagian kerja yang cukup rapi antara anggota suku bangsa dan golongan sosial yang membentuk corporate group perkotaan Indonesia di masa lampau. Pembagian kerja atau spesialisasi yang menjadi sumber mata pencaharian yang ditekuni oleh masing-masing kelompok suku bangsa atau golongan sosial tersebut telah mendorong mereka untuk mendirikan perkampungan yang memberikan kesan eksklusif. Walaupun perkampungan eksklusif kesukuan ataupun golongan tersebut kini telah berkurang (survival), namun dalam perkembangan di perkotaan nampak adanya kecenderungan para pendatang baru untuk hidup berkelompok dalam suatu perkampungan. Hal ini didorong oleh adanya kesamaan profesi. Misalnya, di kota Surakarta terdapat perkampungan batik Laweyan, perkampungan Islam Kauman atau perkampungan pecinan.
 

Daftar Istilah Antropologi

Daftar Istilah Antropologi

adopsi: keputusan untuk menggunakan teknologi yang baru sebagai cara bertindak yang paling baik
adopter: pengadopsi
ateisme: tidak beragama

chatting: berkomunikasi secara langsung di internet
cyber crime: kejahatan dalam dunia internet
 
difusi: proses penyebaran kebudayaan
dinamisme: suatu paham atau aliran keagamaan yang mempercayai adanya daya-daya sakral yang ada pada suatu benda
 
e-commerce: aktivitas jual beli melalui jaringan internet
e-mail: surat elektronik di internet
 
filum: golongan besar bahasa
 
holistik: menyeluruh dan terkait satu sama lain
hukum adat: suatu kompleks kebiasaan dengan kadar moral yang bervariasi dari yang berbobot moral yang berkadar kepantasan hingga yang berbobot sopan santun yang mengatur perilaku lahiriah ibadah: bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat diamati
 
informasi: keterangan, pemberitahuan
 
kebudayaan: peralatan atau cara-cara yang digunakan dan diciptakan manusia dalam rangka mempertahankan hidupnya
kecepatan adopsi: tingkat kecepatan penerimaan inovasi oleh anggota sistem sosial
kepercayaan-kepercayaan: bagian dari perilaku beragama terdiri atas mitos-mitos, upacara-upacara keagamaan, dan peribadahan yang membantu untuk mencapai tujuan perilaku keagamaan
kitab suci: yang menjadi acuan bagi pelaksanaan agama dimana segala peraturan keagamaan digariskan.
komparatif: perbandingan
komunikasi: proses dimana pesan-pesan disampaikan dari sumber kepada penerima
kuesioner: alat pengumpul data dalam penelitian kuantitatif
kultural universal: tujuh unsur kebudayaan yang terdiri atas sistem peralatan hidup, sistem teknologi dan ilmu pengetahuan, sistem kekerabatan, sistem religi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem bahasa, dan sistem kesenian.
 
labuhan: upacara yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta di untuk menyembah Nyi Roro Kidul dengan cara memberikan sesaji dan melarungnya di Laut Selatan
 
religi: sistem yang terdiri atas konsep-konsep yang dipercaya dan menjadi keyakinan secara mutlak suatu umat dan upacara-upacara beserta pemuka agama yang melaksanakannya
ritual: praktik keagamaan
ritus: praktik keagamaan
 
SDM: sumber daya manusia
simbol: salah satu cara untuk menghidupkan benda-benda dan makhluk-makhluk sakral yang gaib dalam pikiran dan jiwa para pemeluk suatu agama
sinkretisme: sebuah peleburan antara suatu agama dengan unsur-unsur kebudayaan setempat
slametan: upacara keagamaan agama religi kejawen di Jawa yang mengandung mistis dan sosial terhadap mereka yang ikut serta di dalamnya
slash and burn: bercocok tanam berpindah dengan cara membuka hutan dan membakarnya untuk dijadikan lahan pertanian sosialisasi: proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial
symbolic value: nilai simbolik
 
totemisme: kepercayaan kepada binatang yang dianggap suci
use value: nilai guna
verstehen: pemahaman atas perilaku manusia

Soal-soal Antropologi untuk SMA Kelas 11

Soal-soal Antropologi untuk SMA Kelas 11


A. Pilihlah jawaban yang paling tepat dengan memberi tanda silang (x) di depan huruf a, b, c, d, atau e!

1. Masyarakat majemuk sebagai suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak terintegrasi dalam satu kesatuan politik merupakan definisi masyarakat majemuk menurut ....
    a. Clifford Geertz
    b. J.S. Furnivall
    c. Burner
    d. C. Van Vollenhoven
    e. B. Ter Haar

2. Secara horizontal, kemajemukan masyarakat Indonesia ditandai dengan adanya keragaman budaya yang berkembang di Indonesia, yaitu ....
    a. kekuasaan ekonomi
    b. aliran politik
    c. ideologi politik
    d. suku bangsa
    e. golongan sosial

3. Salah satu penyebab konflik antarsuku bangsa adalah sikap etnosentrisme yang kuat. Definisi dengan etnosentrisme adalah ....
    a. sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain
    b. adanya perbedaan ciri-ciri fisik yang menjadi bawaan sejak lahir
    c. pandangan yang berdasarkan pada prasangka etnik
    d. penilaian terhadap bagian-bagian kebudayaan lain dibandingkan dengan kebudayaan asing
    e. peleburan kebudayaan menjadi satu kebudayaan

4. Salah satu karakteristik kebudayaan adalah kebudayaan yang didasarkan pada simbol. Pengertian simbol adalah ....
    a. sesuatu yang mempunyai makna dan nilai tertentu dari masyarakat
    b. sesuatu yang dilambangkan lain daripada benda itu sendiri
    c. sesuatu yang dinilai dan maknanya berdasarkan bentuk fisiknya
    d. sesuatu hasil karya manusia
    e. sesuatu yang bersifat interaksi sosial manusia

5. Suatu kelompok orang yang berbeda dengan orang lain dalam segi ciri-ciri fisik bawaan disebut ....
    a. etnik
    b. suku bangsa
    c. ras
    d. golongan
    e. kelompok sosial

6. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara dua samudra dan dua benua menyebabkan keberagaman budaya dalam hal ....
    a. suku bangsa
    b. stratifikasi ekonomi
    c. lingkungan ekosistem
    d. mata pencaharian
    e. agama

7. Di antara masyarakat-masyarakat negara di bawah ini yang masyarakatnya bersifat homogen adalah ....
    a. Indonesia
    b. Jepang
    c. Filipina
    d. Amerika Serikat
    e. Australia

8. Secara vertikal, kemajemukan masyarakat Indonesia ditandai dengan adanya keragaman yang berkembang di Indonesia, yaitu ....
    a. suku bangsa
    b. agama
    c. kelompok etnik
    d. stratifikasi ekonomi
    e. perbedaan bahasa

9. Melemahnya fungsi integrasi bangsa akibat kemajemukan budaya yang berkembang menyebabkan di Indonesia memerlukan kebijakan budaya yang disebut ....
    a. enkulturasi
    b. sosialisasi
    c. xenophobia
    d. etnosentrisme
    e. etnokultur

10. Golongan masyarakat yang tidak mau menerima perubahan disebut ....
    a. rasisme
    b. primordialisme
    c. etnosentrisme
    d. konservatif
    e. primitif

11. Sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandang suatu kelompok masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain disebut ....
    a. enkulturasi
    b. sosialisasi
    c. xenophobia
    d. etnosentrisme
    e. etnokultur
 
12. Dampak positif etnosentrisme adalah berguna untuk meningkatkan rasa ....
    a. nasionalisme suatu bangsa
    b chauvinisme suatu bangsa
    c. kebanggaan suatu bangsa
    d. daya saing suatu bangsa
    e. keunggulan komparatif suatu bangsa

13. Perasaan kebencian terhadap orang asing yang berlebihan disebut ....
    a. etnosentrisme
    b. xenosentrisme
    c. relativisme budaya
    d. primordialisme
    e. pluralisme budaya

14. Pencegahan dampak negatif sikap etnosentrisme dapat dilakukan dengan sikap relativisme .....
    a. sosial
    b. dimensional
    c. kebudayaan
    d. kemanusiaan
    e. persaudaraan

15. Ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia bagian ....
    a. tengah
    b. barat
    c. timur
    d. utara
    e. selatan

16. Penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya dilakukan melalui pendidikan ....
    a. pluralitas dan multikultural
    b. budi pekerti
    c. budaya bangsa
    d. ketahanan nasional
    e. bela negara

17. Penanganan masalah akibat keberagaman budaya membutuhkan pendekatan yang bijak karena masalah keberagaman berhubungan isu-isu sensitif, seperti....
    a. kesenjangan pusat daerah
    b. otonomi daerah
    c. perebutan sumber daya alam
    d. suku, agama, ras, dan antargolongan (sara)
    e. Jawa dan Luar Jawa

18. Menurut van Vollenhoven, masyarakat Indonesia dikelompokkan menjadi ....
    a. 20 suku bangsa
    b. 21 suku bangsa
    c. 22 suku bangsa
    d. 23 suku bangsa
    e. 24 suku bangsa

19. Diferensiasi yang disebabkan perbedaan kemampuan untuk mengakses sumber ekonomi dan politik antaretnik disebut diferensiasi ....
    a. adat istiadat
    b. kultural
    c. vertikal
    d. horizontal
    e. struktural

20. Ekosistem masyarakat yang ditandai oleh peralihan kebiasaan hidup berburu menjadi bertani terjadi di eksosistem Indonesia bagian ....
    a. tengah
    b. barat
    c. timur
    d. utara
    e. selatan


B. Jawablah pertanyaan berikut ini secara singkat dan tepat!

    1. Deskripsikan secara singkat pengertian masyarakat majemuk dan sebutkan ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Van de Berg!
    2. Deskripsikan secara singkat penyebab mengapa masyarakat Indonesia disebut sebagai masyarakat majemuk yang terdiri atas beragam budaya, agama, adat istiadat, ras, dan kepercayaan!
    3. Deskripsikan secara singkat apakah etnosentrisme merupakan lawan dari relativisme budaya!
    4. Sebutkan struktur masyarakat Indonesia secara horizontal dan vertikal!
    5. Deskripsikan secara singkat akibat berkembangnya ikatan primordialisme dalam masyarakat majemuk di Indonesia!

Daftar Pustaka buku Antropologi

Daftar Pustaka buku Antropologi

Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Suatu Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Badan Standarisasi Nasional Pendidikan DEPDIKNAS. 2006. Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Antropologi SMA. Jakarta: DEPDIKNAS.

Budiman, Kris. 2002. Di Depan Kotak Ajaib: Menonton Televisi sebagai Praktik Konsumsi. Yogyakarta: Galang Press.

Cassirer, Ernest. 1990 Manusia dan Kebudayaan Sebuah Esai tentang Manusia. Jakarta: PT Gramedia.

Chaney, David. 2004. Life Style Suatu Pengantar Komprehensif (Terj).Bandung: Jalasutra.

Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia: Ilmu, Gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Grafiti Pers.

Geertz, Clifford. 1982. Involusi Pertanian. Jakarta: Bhratara.

Geertz, Clifford. 1995. Interpretasi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.

Geertz, Hildred. 1981. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

Harris, Marvin.1996. Culture, People, Nature: An Introduction to General Anthropology. New York. Longman.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende: Penerbit Nusa Indah.

Koetjaraningrat. 1989. Kamus Antropologi. Bandung: Rhineka Cipta.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Koetjaraningrat. 1996. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press.

Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kuper, Adam dan Jeniffer (Eds). 2000. Ensiklopedi Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Levinson, David. 1996. Encyclopedia of Cultural Anthropology Vol. IV. New York: Holt & Rheinhart Company. Nasikun. 2004. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Ende: Penerbit Nusa Indah.

Pei Mario. 1965. Kisah Daripada Bahasa, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: Bhratara. Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. Filsafat Bahasa. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Rogers, Everett. M.1963. Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.

Soekmono.1998. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: PT Kanisius.

Taylor, E. B.. 2002. A Reader in The Anthropology of Religion. Boston: Balckwell.

Thomson, Richard T. 1996. Encyclopaedia of Cultural Anthropology Vol. I. New York: Henry Holt.

Tim Penyusun Indonesian Heritage. 2002. Indonesian Heritage 10: Bahasa dan Sastra. Jakarta: Grolier.

Tim Penyusun Indonesian Heritage. 2002. Indonesian Heritage 9: Agama dan Upacara. Jakarta: Grolier.

Yudi Cahyono, Bambang. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Malang: Tanpa Penerbit.

Dampak Keberagaman Budaya di Indonesia

Dampak Keberagaman Budaya di Indonesia


Dalam bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai potensi keberagaman budaya di Indonesia. Yang menjadi sebuah pertanyaan besar adalah dampak dari keberagaman budaya bagi integrasi bangsa. Di dalam potensi keberagaman budaya tersebut sebenarnya terkandung potensi disintegrasi, konflik, dan separatisme sebagai dampak dari negara kesatuan yang bersifat multietnik dan struktur masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural. Menurut David Lockwood konsensus dan konflik merupakan dua sisi mata uang karena konsensus dan konflik adalah dua gejala yang melekat secara bersama-sama di dalam masyarakat. Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia selalu diwarnai oleh gerakan separatisme, seperti gerakan separatis DI/TII dan RMS di Maluku. Gerakan tersebut saat ini juga berlangsung di Provinsi Papua yang dilakukan oleh OPM (Organisasi Papua Merdeka) di provinsi paling timur di Indonesia tersebut.

Gambar 3.1 Dampak gerakan separatisme di Indonesia

Karena struktur sosial budayanya yang sangat kompleks, Indonesia selalu berpotensi menghadapi permasalahan konflik antaretnik, kesenjangan sosial, dan sulitnya terjadi integrasi nasional secara permanen. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan budaya yang mengakibatkan perbedaan dalam cara pandang terhadap kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat. Menurut Samuel Huntington, Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi disintegrasi paling besar setelah Yugoslavia dan Uni Soviet pada akhir abad ke-20. Menurut Clifford Geertz apabila bangsa Indonesia tidak mampu mengelola keanekaragaman etnik, budaya, dan solidaritas etniknya maka Indonesia akan berpotensi pecah menjadi negara-negara kecil. Misalnya, potensi disintegrasi akibat gerakan Organisasi Papua Merdeka yang menginginkan kemerdekaan Provinsi Papua dari Indonesia.

Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan potensi yang memperkaya budaya nasional. Namun, di sisi lain di dalam kemajemukan juga tersimpan potensi disintegrasi nasional. Kecenderungan masing-masing kelompok kultural untuk terorganisasi secara politik akan menciptakan sentimen primordial dan mengembangkan politik aliran yang dapat mengancam integrasi nasional.

Pola kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dibedakan menjadi dua.
    Pertama, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat istiadat (custom differentiation) karena adanya perbedaan etnik, budaya, agama, dan bahasa.
    Kedua, diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan struktural (structural differentiation) yang disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses potensi ekonomi dan politik antaretnik yang menyebabkan kesenjangan sosial antaretnik.

Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia memiliki dua kecenderungan atau dampak akibat keberagaman budaya tersebut, antara lain sebagai berikut.
    1. Berkembangnya perilaku konflik di antara berbagai kelompok etnik.
    2. Pemaksaan oleh kelompok kuat sebagai kekuatan utama yang mengintegrasikan masyarakat.

Namun, kemajemukan masyarakat tidak selalu menunjukkan sisi negatif saja. Pada satu sisi kemajemukan budaya masyarakat menyimpan kekayaaan budaya dan khazanah tentang kehidupan bersama yang harmonis apabila integrasi masyarakat berjalan dengan baik. Pada sisi lain, kemajemukan selalu menyimpan dan menyebabkan terjadinya potensi konflik antaretnik yang bersifat laten (tidak disadari) maupun manifes (nyata) yang disebabkan oleh adanya sikap etnosentrisme, primordialisme, dan kesenjangan sosial.

Salah satu gejala yang selalu muncul dalam masyarakat majemuk adalah terjadinya ethnopolitic conflict berbentuk gerakan separatisme yang dilakukan oleh kelompok etnik tertentu. Etnopolitic conflict dapat dilihat dari terjadinya kasus Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Gerakan perlawanan ini bukan hanya timbul karena didasari oleh adanya ketidakpuasan secara politik masyarakat Aceh yang merasa hak-hak dasarnya selama ini direbut oleh pemerintah pusat. Selama ini rakyat Aceh merasa terpinggirkan untuk mendapatkan akses seluruh kekayaan alam Aceh yang melimpah ditambah adanya sikap primordialisme dan etnosentrisme masyarakat Aceh yang sangat kuat.

Pola etnopolitic conflict dapat terjadi dalam dua dimensi, yaitu:
    pertama, konflik di dalam tingkatan ideologi. Konflik ini terwujud dalam bentuk konflik antara sistem nilai yang dianut oleh pendukung suatu etnik serta menjadi ideologi dari kesatuan sosial.
    Kedua, konflik yang terjadi dalam tingkatan politik. Konflik ini terjadi dalam bentuk pertentangan dalam pembagian akses politik dan ekonomi yang terbatas dalam masyarakat.

Perbedaan kesejarahan, geografis, pengetahuan, ekonomi, peranan politik, dan kemampuan untuk mengembangkan potensi kebudayaannya sesuai dengan kaidah yang dimiliki secara optimal sering menimbulkan dominasi etnik dalam struktur sosial maupun struktur politik, baik dalam tingkat lokal maupun nasional. Dominasi etnik tersebut pada akhirnya melahirkan kebudayaan dominan (dominant culture) dan kebudayaan tidak dominan (inferior culture) yang akan melahirkan konflik antaretnik yang berkepanjangan. Dominasi etnik dan kebudayaan dalam suatu masyarakat apabila dimanfaatkan untuk kepentingan golongan selalu melahirkan konflik yang bersifat horizontal dan vertikal.

Gambar 3.2 Gerakan separatis GAM

Ciri khas masyarakat majemuk seperti keanekaragaman suku bangsa telah menghasilkan adanya potensi konflik antarsuku bangsa dan antara pemerintah dengan suatu masyarakat suku bangsa. Potensi-potensi konflik tersebut merupakan permasalahan yang ada seiring dengan sifat suku bangsa yang majemuk. Selain itu, pembangunan yang berjalan selama ini menimbulkan dampak berupa terjadinya ketimpangan regional (antara Pulau Jawa dengan luar Jawa), sektoral (antara sektor industri dengan sektor pertanian), antarras (antara pribumi dan nonpribumi), dan antarlapisan (antara golongan kaya dengan golongan miskin).

Bangsa Indonesia pada saat ini dikenal sebagai bangsa yang kental dengan budaya kekerasan. Misalnya, terjadinya konflik bernuansa sara di berbagai daerah, tawuran antarkelompok, dan kerusuhan massa di berbagai daerah.
Bagaimana pendapat Anda mengenai citra Indonesia tersebut?
Apa yang bisa Anda lakukan untuk mencegah budaya kekerasan tersebut?

Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia

Potensi Keberagaman Budaya di Indonesia


Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk yang tercermin dari semboyan bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan itu mengandung arti bahwa bangsa Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional berupa bahasa, bendera, lagu kebangsaan, dan peraturan perundangan dalam satu kesatuan Republik Indonesia. Di antara 175 negara anggota PBB yang bersifat multietnik, hanya sekitar 12 negara yang struktur sosialnya homogen, seperti Jerman, Jepang, dan Somalia.

Menurut Clifford Geertz, aneka ragam kebudayaan yang berkembang di Indonesia dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan ekosistemnya, antara lain sebagai berikut.

Kebudayaan Indonesia Dalam Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Dalam, yaitu daerah Jawa dan Bali ini, ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah menggunakan sistem pengairan dan menghasilkan padi yang ditanam di sawah. Dengan demikian, kebudayaan di Jawa yang menggunakan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar disertai peralatan yang relatif lebih kompleks merupakan perwujudan upaya manusia mengubah ekosistemnya untuk kepentingan masyarakat.

Kebudayaan Indonesia Luar Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Luar, yaitu di luar Pulau Jawa dan Bali, kecuali di sekitar Danau Toba, dataran tinggi Sumatra Barat dan Sulawesi Barat Daya yang berkembang atas dasar pertanian perladangan. Ekosistem di daerah ini ditandai dengan jarangnya penduduk yang pada umumnya baru beranjak dari kebiasaan hidup berburu ke arah hidup bertani. Oleh karena itu, mereka cenderung untuk menyesuaikan diri mereka dengan ekosistem yang ada sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat mereka melakukan migrasi ke daerah lain. Sistem kebudayaan masyarakat yang berkembang di daerah ini adalah kebudayaan masyarakat pantai yang diwarnai kebudayaan alam pesisir, kebudayaan masyarakat peladang, dan kehidupan masyarakat berburu yang masih sering berpindah tempat.


Sumber: Indonesian Heritage 9
 

1. Keberagaman Budaya di Indonesia

Posisi geografis Indonesia yang sangat strategis mendorong terbentuknya heterogenitas budaya yang membentuk perilaku sosial, sistem nilai, pandangan hidup, dan sistem kepercayaan yang dilestarikan sebagai wujud ikatan primordial. Kepulauan Indonesia merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang sangat ramai karena terletak di antara dua samudra, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Melalui aktivitas perdagangan antarnegara ini pengaruh kebudayaan asing masuk ke Indonesia seperti kebudayaan India yang membawa penyebaran pengaruh agama Buddha dan Hindu. Selain menerima pengaruh agama Hindu, Indonesia juga menerima pengaruh agama Islam yang disebarkan para pedagang muslim yang menelusuri jalur perdagangan di pantai laut Hindia sampai ke Aceh dan pantai utara Sumatra. Selanjutnya, para pedagang muslim dan para sufi, selain berdagang juga menyebarkan agama dan budaya Islam di Sumatra, Jawa, hingga Maluku.

Kerajaan yang menerima pengaruh budaya Islam terdapat di pedalaman Jawa, yaitu di Kerajaan Mataram. Di Kerajaan Mataram Islam terjadi akulturasi budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa yang menciptakan campuran budaya Hindu, Jawa, dan Islam. Meskipun secara formal penduduk Mataram beragama Islam, namun raja Mataram melestarikan bentuk-bentuk budaya Hindu dalam ritual kerajaan, seperti budaya labuhan dan sesaji.

Pada masa penjajahan, Indonesia menerima pengaruh budaya Barat dari penjajah Portugis, Inggris, dan Belanda yang beragama Kristen dan Katolik. Pengaruh kebudayaan Kristen dan Katolik tersebut berkembang di daerah Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Toraja, Ambon, dan Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, kebudayaan Kristen tersebut bercampur dengan kebudayaan masyarakat setempat.

Melihat struktur sosial masyarakat Indonesia yang beraneka ragam budaya, etnik, ras, agama, dan bahasanya maka masyarakat Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat majemuk.

a. Kemajemukan berdasarkan Agama

Struktur sosial masyarakat Indonesia ditandai oleh keragaman di bidang agama yang dianut oleh suku-suku bangsa tertentu. Suku bangsa Aceh yang tinggal di Sumatra mayoritas memeluk agama Islam, sedangkan suku bangsa Batak yang tinggal di Provinsi Sumatra Utara mayoritas beragama Kristen. Di lain pihak, suku bangsa Jawa, Sunda, dan Betawi yang tinggal di Pulau Jawa mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Sebagian besar penduduk Bali memeluk agama Hindu, sedangkan mayoritas penduduk Pulau Lombok yang berbatasan dengan Bali memeluk agama Islam. Keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia juga tercermin dari praktik religi dan kepercayaan yang dianut oleh suku-suku pedalaman di Indonesia. Misalnya, suku bangsa Dayak di Kalimantan yang masih mempraktikkan ritual-ritual animisme dan dinamisme warisan nenek moyang.

b. Kemajemukan berdasarkan Bahasa

Kemajemukan masyarakat Indonesia juga tercermin dari penggunaan bahasa di Indonesia. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa. Di Jawa, suku bangsa Sunda berbicara dengan bahasa Sunda, suku bangsa Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur mengunakan bahasa Jawa, dan suku bangsa Madura yang tinggal di Pulau Madura berbicara dengan menggunakan bahasa Madura. Di Sumatra setiap etnik berkomunikasi dengan bahasa daerahnya masing-masing. Suku bangsa Melayu yang terdiri atas suku bangsa Aceh, Batak, dan Melayu, berbicara memakai bahasa daerahnya masing-masing. Di Provinsi Aceh, terdapat empat macam bahasa, yaitu Gayo-Alas, Aneuk Jamee, Tamiang, dan bahasa Aceh yang masing-masing penuturnya tidak dapat memahami penutur bahasa setempat lainnya. Kemajemukan bahasa di Indonesia juga tercermin dari penggunaan ragam bahasa khusus yang dipakai beberapa suku-suku pedalaman di Indonesia. Menurut Raymond Gordon, di Provinsi Papua terdapat 271 buah bahasa. Bahasa terbesar yang dipakai di Papua adalah bahasa Biak Numfor yang dipakai oleh 280.000 orang, sedangkan jumlah pemakai bahasa terkecil adalah bahasa Woria yang hanya dipakai oleh 5 orang anggota suku Woria. Selain itu, keragaman bahasa juga terdapat di berbagai daerah di Pulau Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

c. Kemajemukan berdasar Ras dan Etnik

Masyarakat awal pada zaman praaksara yang datang pertama kali di Kepulauan Indonesia adalah ras Austroloid sekitar 20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul kedatangan ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang datang terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500 tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia

Mongoloid berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia bagian barat. Rasras tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku bangsa di Indonesia.

d. Kemajemukan Berdasar Budaya dan Adat Istiadat

Menurut van Vollenhoven, masyarakat Indonesia dikelompokkan menjadi 23 suku bangsa yang memiliki sistem budaya dan adat yang berbeda-beda. 23 suku bangsa tersebut, antara lain
    1) Aceh;
    2) Gayo-Alas dan Batak;
    3) Nias dan Batu;
    4) Minangkabau;
    5) Mentawai;
    6) Sumatra Selatan;
    7) Enggano;
    8) Melayu;
    9) Bangka dan Belitung;
    10) Kalimantan;
    11) Sangir Talaud;
    12) Gorontalo;
    13) Toraja;
    14) Sulawesi Selatan;
    15) Ternate;
    16) Ambon dan Maluku;
    17) Kepulauan Barat Daya;
    18) Irian;
    19) Timor;
    20) Bali dan Lombok;
    21) Jawa Tengah dan Jawa Timur;
    22) Surakarta dan Yogyakarta;
    23) Jawa Barat.
 
Berdasarkan penelitian antropolog J.M Melalatoa, di Indonesia terdapat kurang lebih 500 suku bangsa. Menurut Zulyani Hidayah, di Indonesia terdapat kurang lebih 656 suku bangsa. Di antara suku-suku bangsa tersebut suku bangsa Jawa merupakan suku bangsa terbesar dengan jumlah penduduk sebesar 90 juta jiwa. Namun, terdapat pula suku bangsa yang terdiri atas 981 jiwa, yaitu suku bangsa Bgu di pantai utara Provinsi Papua.

Budaya dan adat istiadat suku-suku bangsa di indonesia tersebut mempunyai berbagai perbedaan. Suku-suku bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan budaya modern seperti suku Jawa, Mingkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal yang berbeda dengan suku-suku bangsa yang masih tertutup atau terisolir seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan suku Wana di Sulawesi Tengah.

Menurut Bruner, struktur masyarakat majemuk di Indonesia menunjukkan adanya kebudayaan dominan yang disebabkan oleh dua hal, sebagai berikut.
a. Faktor Demografis Di Indonesia, kesenjangan jumlah penduduk yang sangat timpang terjadi antara Pulau Jawa dan luar Jawa. Meskipun luas, Pulau Jawa hanya delapan persen dari seluruh wilayah Indonesia. Sekitar 70 persen penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa sehingga secara demografis penduduk Pulau Jawa lebih dominan dibandingkan dengan di Pulau luar Jawa.
b. Faktor Politis Dominasi etnik tertentu dalam struktur pemerintahan Indonesia mengakibatkan banyak sekali kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat yang cenderung dianggap tidak adil sebab seringkali menguntungkan golongan tertentu sehingga menimbulkan ketidakpuasan bagi kelompok lainnya. Selain itu, kegagalan mengartikulasikan kepentingan politik lokal dan tersumbatnya komunikasi politik menyebabkan terjadinya konflik sosial antaretnis. Dengan struktur sosial yang bersifat majemuk maka masyarakat Indonesia selalu menghadapi permasalahan konflik etnik, diskriminasi sosial, dan terjadinya disintegrasi masyarakat. Diferensiasi sosial yang melingkupi struktur sosial kemajemukan masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1) Diferensiasi yang disebabkan oleh perbedaan adat istiadat (custom differentiation) yang timbul karena perbedaan etnik, budaya, agama, dan bahasa.
2) Diferensiasi struktural (structural differentiation) yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan untuk mengakses sumber ekonomi dan politik antaretnik sehingga menyebabkan kesenjangan sosial antara etnik yang berbeda dalam masyarakat. Kemajemukan dan heterogenitas masyarakat Indonesia harus dikembangkan menjadi sebuah model keberagaman budaya untuk mencegah timbulnya konflik-konflik sosial akibat perbedaan sistem nilai dan budaya antarkelompok masyarakat di Indonesia.
 

2. Penanganan Masalah Akibat Keberagaman Budaya

Penanganan masalah akibat keberagaman budaya membutuhkan pendekatan yang bijak karena masalah keberagaman berhubungan isu-isu sensitif, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (sara). Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya diperlukan langkah dan proses yang berkesinambungan. Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang pemerataan hasil pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan karena permasalahan yang ditimbulkan karena perbedaan budaya merupakan masalah politis. Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya melalui pendidikan pluralitas dan multikultural di dalam jenjang pendidikan formal. Sejak dini, siswa ditanamkan nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas sosial sehingga mampu menghargai perbedaan secara tulus, komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa saling curiga. Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan multikultur tidak sekadar menanamkan nilai-nilai keberagaman budaya, namun juga memperkuat nilai-nilai bersama yang dapat dijadikan dasar dan pandangan hidup bersama.

Konsep Keberagaman Budaya

Konsep Keberagaman Budaya


Sumber: Indonesian Heritage 9

Struktur masyarakat Indonesia ditandai atas kelompok-kelompok suku, agama, daerah, dan ras yang beraneka ragam. Perbedaan tersebut berpengaruh pada perbedaan sistem kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup, dan perilaku sosial antarmasyarakat dan budaya.

Dalam bab sebelumnya telah dibahas tentang berbagai contoh budaya lokal, pengaruh budaya asing, dan hubungan antarbudaya. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai budaya yang ada di Indonesia, masyarakat Indonesia memiliki beragam budaya dan perilaku yang berbeda-beda. Indonesia terkenal dengan masyarakatnya yang bersifat majemuk yang disebabkan oleh perbedaan adat istiadat, ras, etnik, bahasa, dan agama. Berbagai potensi budaya yang ada di Indonesia ini memerlukan sebuah pemahaman akan pentingnya sikap toleransi dalam perbedaan yang tercermin dalam asas tunggal bangsa Indonesia yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika.

Kemajemukan masyarakat Indonesia tercermin dari adanya keanekaragaman suku bangsa yang hidup dan tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kondisi geografis berbagai kepulauan di Indonesia yang terbagi menjadi kurang lebih 17.000 pulau yang tersebar dari timur ke barat sepanjang 3.000 mil dan dari utara ke selatan sepanjang 1.000 mil merupakan salah satu penyebab kemajemukan masyarakat Indonesia. Keanekaragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan sehingga mampu memberikan ketenteraman dan kedamaian bagi rakyat Indonesia sehingga tidak menimbulkan persoalan yang mengancam timbulnya disintegrasi bangsa.


1. Konsep Masyarakat Majemuk

Sebelum membahas tentang keberagaman budaya terlebih dahulu harus dipahami tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan kebudayaan agar lebih mudah dalam memahami konsep tentang keberagaman budaya. Di dalam antropologi, terdapat konsep belajar mengenai kebudayaan sebagai hasil karya manusia. Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh manusia. Seiring dengan perjalanan sejarah, kebudayaan berkembang sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ciri masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya yang tinggi. Menurut Furnivall, masyarakat majemuk (plural society) merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi tidak terintegrasi dalam satu kesatuan politik.

Menurut Clifford Geertz, meskipun masyarakat Indonesia telah terbentuk sejak tahun 1945 dengan sistem sosial masyarakat yang bersifat multietnik, multiagama, multibahasa, dan multiras cenderung tidak banyak berubah dan sulit terintegrasi.

Berdasarkan struktur sosialnya, di dalam masyarakat Indonesia terdapat banyak perbedaan budaya dan adat istiadat antarsuku bangsa di Indonesia. Di berbagai daerah dapat ditemukan keanekaragaman suku bangsa dan agama. Misalnya, suku bangsa Aceh yang mayoritas beragama Islam, suku bangsa Batak yang mayoritas beragama Kristen, suku bangsa Minangkabau di Sumatra Barat, dan suku bangsa Melayu di Sumatra Selatan yang mayoritas beragama Islam. Selain itu, di Jawa terdapat suku Sunda yang menggunakan bahasa Sunda dan suku bangsa Jawa yang menggunakan bahasa Jawa.
 

2. Ciri-Ciri Masyarakat Majemuk

Ciri-ciri masyarakat majemuk menurut Van de Berg adalah sebagai berikut.
a. Terintegrasinya masyarakat ke dalam kelompok-kelompok sosial yang memiliki ciri khas budaya yang berbeda satu sama lain.
b. Adanya lembaga-lembaga sosial yang saling tergantung satu sama lain karena adanya tingkat perbedaan budaya yang tinggi.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d. Kecenderungan terjadinya konflik lebih besar di antara kelompok satu dengan yang lain.
e. Integrasi sosial tumbuh di antara kelompok sosial yang satu dengan yang lain.
f. Adanya kekuasaan politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.

Suku bangsa adalah golongan sosial yang dibedakan dari golongan sosial lainnya karena mempunyai ciri-ciri paling mendasar dan umum berkaitan dengan asal-usul dan tempat asal serta kebudayaan. Adapun ciri-ciri suku bangsa, antara lain sebagai berikut.
a. Memiliki nilai-nilai dasar yang terwujud dan tercermin dalam kebudayaan.
b. Mewujudkan arena komunikasi dan interaksi dalam kebudayaan.
c. Mempunyai anggota yang mengenal dirinya serta dikenal oleh orang lain sebagai bagian dari satu kategori yang dibedakan dengan anggota kelompok sosial yang lain.

Ketika seseorang yang menjadi bagian dari suku bangsa tertentu mengadakan interaksi sosial maka akan tampak adanya simbolsimbol atau karakter khusus yang digunakan untuk mengekspresikan perilakunya sesuai dengan karakteristik suku bangsanya. Misalnya, ciri-ciri fisik atau ras, gerakan-gerakan tubuh atau muka, simbol kebudayaan, nilai-nilai budaya serta keyakinan keagamaan. Seseorang yang dilahirkan sebagai anggota suatu suku bangsa sejak dilahirkan harus hidup dengan berpedoman pada kebudayaan suku bangsanya yang diwariskan oleh orang tua dan keluarganya secara turun-temurun sesuai dengan konsepsi kebudayaan suku bangsa tersebut.
 

3. Primordialisme dan Politik Aliran

Secara tidak sadar masyarakat suatu suku bangsa akan mengembangkan ikatan-ikatan yang bersifat primordial, yaitu loyalitas berlebihan yang mengutamakan atau menonjolkan kepentingan suatu kelompok agama, ras, daerah, atau keluarga tertentu.

Loyalitas yang berlebihan terhadap budaya subnasional tersebut dapat mengancam integrasi bangsa karena primordialisme mengurangi loyalitas warga negara pada budaya nasional dan negara sehingga mengancam kedaulatan negara.

Kencenderungan ini timbul apabila setiap kelompok kultural yang terorganisasi secara politik akan mengembangkan politik aliran yang dapat mengancam persatuan bangsa. Selanjutnya, kelompokkelompok masyarakat tersebut akan mengajukan tuntutan untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya seperti tuntutan pembagian sumber daya alam yang lebih seimbang antara pusat dan daerah. Apabila tidak diakomodasi, tuntutan kelompok masyarakat tersebut akan berkembang menjadi gerakan memisahkan diri suatu kelompok masyarakat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misalnya, gerakan separatisme Aceh Merdeka.

Oleh karena itu, untuk menangkal gejala primordialisme, setiap kelompok masyarakat harus mengembangkan budaya toleransi terhadap budaya kelompok lainnya. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa tanpa pengingkaran budaya sendiri.
 
Di dalam masyarakat majemuk, anggotanya terbagi-bagi atas kelompok sesuai identitas budaya masing-masing. Kelompok yang loyal mengikuti kelompok atau partai politik tertentu sesuai identitas budaya mereka yang mengikat anggotanya secara tertutup. Menurut Robuskha dan Shepsle terdapat tiga ciri khas dalam masyarakat majemuk, antara lain
    1. keanekaragaman budaya berkembang dalam kelompok budaya tertutup;
    2. keanekaragaman budaya terorganisir secara politik;
    3. muncul masalah menonjolnya unsur etnik di dalam masyarakat.
   
Keanekaragaman budaya dalam masyarakat terbentuk atas dasar identitas budaya. Identitas budaya adalah kategori pembeda berdasarkan nilai-nilai budaya antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal itu terjadi karena tiap identitas kultural memiliki sentimen primordial tertentu yang memengaruhi ikatan politik, persilangan, dan interaksi sosial di antara kelompok etnik di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat, kehidupan politik terorganisir menurut kelompok etnik dan nilai-nilai subbudaya tertentu. Kelompok etnik membentuk organisasi politik yang saling bersaing. Mereka mengikuti dasar kepentingan kelompok etnik atau politik aliran dari kelompok yang bersangkutan. Misalnya, dalam Pemilu 2004 terdapat banyak partai politik yang berlandaskan agama, suku, bangsa, dan aliran, seperti PKS, PBB, PDS, PDIP, dan PAN.


4. Kemajemukan Indonesia dan Masalah Persatuan Nasional     Unsur penting yang memengaruhi keanekaragaman budaya masyarakat Indonesia adalah perbedaan anggota masyarakat berdasarkan ras dan etnisitas. Perbedaan ras dan etnisitas sangat penting dalam membentuk keanekaragaman sosial budaya masyarakat majemuk sehingga masyarakat majemuk sering disebut masyarakat multiras atau multietnik.

Menurut Robertson, ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri warna kulit dan fisik tubuh tertentu yang diturunkan secara turun-temurun yang merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungan hidup khusus mereka.

Kelompok etnik merupakan sejumlah besar orang yang memandang diri dan dipandang oleh kelompok lain, memiliki kesatuan budaya yang berbeda yang ditimbulkan oleh sifat-sifat budaya masyarakat dan interaksi timbal balik secara terus-menerus. Suatu anggota kelompok etnik memiliki peranan dan identitas yang sama berdasarkan asal-usul, bahasa, agama, tradisi, dan perjalanan hidup. Suatu kelompok etnik membedakan dirinya dengan kelompok lain berdasarkan ciri-ciri budaya lokal yang mereka miliki.

Di Indonesia, terdapat beraneka ragam kelompok kesukuan dipandang berdasarkan perbedaan etnik dan ras. Misalnya, antara orang Jawa dengan orang Papua dan orang Maluku yang dibedakan berdasarkan ras dan etnik. Namun, ada anggota kelompok kesukuan yang dibedakan atas dasar etnik, seperti antara orang Batak dengan orang Bali dan orang Jawa yang dibedakan atas dasar bahasa, budaya, dan agama yang mereka anut.
 
Pada umumnya, orang akan sepintas memandang mereka memiliki tradisi, pandangan hidup, dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Pemahaman tersebut penting untuk memahami gejala terjadinya sikap etnosentrisme. Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain.

Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

Menurut David Levinson, sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandang suatu kelompok masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain. Sebenarnya sikap etnosentrisme adalah suatu gejala yang umum di seluruh dunia. Konsep etnosentrisme selalu muncul dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai kelompok sosial karena adanya keyakinan bahwa kebudayaan sendiri dianggap lebih tinggi dibanding kelompok lain dan menilai kebudayaan kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaan kelompok mereka sendiri.

Contohnya adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.

Selain memiliki dampak yang bersifat negatif, sikap etnosentrisme juga mempunyai dampak yang positif untuk meningkatkan rasa nasionalisme suatu bangsa.
Etnosentrisme merupakan pengembangan sifat yang mampu meningkatkan nasionalisme dan patriotisme suatu bangsa. Tanpa sifat etnosentrisme maka kesadaran nasional untuk mempertahankan keutuhan suatu bangsa dan meningkatkan integrasi bangsa akan sangat sulit dicapai. Selain itu, dengan menerapkan etnosentrisme juga mampu menghalangi perubahan yang datang dari luar, baik yang akan menghancurkan kebudayaan sendiri maupun yang mampu mendukung tujuan masyarakat bangsa tersebut.

Sikap positif etnosentrisme muncul apabila suatu bangsa menghadapi ancaman bangsa lain yang berusaha menggangu kedaulatan dan simbol-simbol negaranya. Ancaman terhadap kedaulatan bangsa tersebut akan mendorong timbulnya rasa nasionalisme warga negara yang merasa harga dirinya sebagai suatu bangsa telah dilecehkan oleh bangsa lain. Selanjutnya, anggota masyarakat yang merasakan adanya ancaman dari bangsa

lain akan berusaha mengekspresikan rasa nasionalismenya dengan cara berdemonstrasi menentang ancaman bangsa asing tersebut. Upaya masyarakat untuk mengeskpresikan rasa nasionalismenya tersebut masih dianggap wajar untuk dilakukan.

Contoh terjadinya etnosentrisme dalam bentuk positif adalah pada saat terjadinya sengketa masalah kepulauan Ambalat di Provinsi Kalimantan Selatan yang diklaim sebagai wilayah Malaysia. Setelah terjadinya insiden di seputar Pulau Ambalat, muncul gelombang unjuk rasa yang dilakukan berbagai kelompok masyarakat yang menuntut ketegasan pihak pemerintah untuk menyelesaikan kasus sengketa perbatasan tersebut. Berbagai kelompok masyarakat tersebut melakukan demonstrasi karena didorong oleh perasaan nasionalisme akibat adanya ancaman terhadap integritas dan kedaulatan wilayah NKRI. Namun, masalah tersebut tidak berkembang menjadi konflik terbuka antara pemerintah Indonesia dan Malaysia karena kedua negara sepakat untuk menyelesaikan masalah politik tersebut melalui jalur diplomasi sebagai sesama negara ASEAN.

Apabila tidak dikelola dengan baik, sikap etnosentrisme dapat mendorong terjadinya sikap xenopobia. Xenopobia adalah perasaan kebencian terhadap orang asing yang berlebihan. Sikap xenophobia dapat menimbulkan perilaku kekerasan terhadap orang asing yang tinggal di suatu tempat.


5. Penerapan Sikap Relativisme Budaya
 
Pencegahan dampak negatif sikap etnosentrisme dapat dilakukan dengan sikap relativisme kebudayaan. Dengan memiliki sikap relativisme budaya, seorang individu akan memahami bahwa setiap manusia lahir dan berkembang dengan memiliki ras, bahasa, agama, dan lingkungan budaya yang berbeda-beda dan tidak bisa disamaratakan. Prinsip relativisme menekankan kepada pemahaman bahwa setiap kebudayaan memiliki karakteristik yang tidak bisa dinilai berdasarkan berdasarkan tolok ukur kebudayaan lainnya. Penerapan prinsip relativisme budaya mampu memahami keragaman budaya kelompok masyarakat lainnya tanpa berusaha memberikan penilaian baik atau buruk terhadap nilai budaya kelompok lainnya.

Dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya yang memiliki keanekaragaman budaya maka sikap relativisme budaya merupakan cara terbaik dengan cara bersikap arif dan bijak dalam memahami perbedaan kebudayaan antarkelompok masyarakat.

Oleh karena itu, sikap relativisme budaya harus dikembangkan dalam memandang keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Relativisme budaya adalah konsep yang menggambarkan bahwa fungsi dan arti suatu unsur kebudayaan tergantung pada lingkungan di mana suatu kebudayaan berkembang. Konsep relativisme
kebudayaan mempunyai pengertian bahwa tidak semua adat istiadat di dalam suatu kelompok masyarakat mempunyai nilai yang sama. Misalnya, di beberapa suku bangsa pola perilaku tertentu mungkin merugikan tetapi di suku bangsa lain perilaku sosial tersebut mungkin mempunyai tujuan yang berbeda.

Dalam konteks Indonesia yang mempunyai masyarakat majemuk, di mana pola kehidupan sangat beragam dan plural maka sikap relativisme budaya merupakan salah satu cara terbaik dengan cara bersikap arif dan bijak dalam memahami perbedaanperbedaan kebudayaan.

Hubungan Antar Budaya

 

Hubungan Antar Budaya
 

Menurut Koentjaraningrat, perubahan kebudayaan dipengaruhi oleh proses evolusi kebudayaan, proses belajar kebudayaan dalam suatu masyarakat, dan adanya proses penyebaran kebudayaan yang melibatkan adanya proses interaksi atau hubungan antarbudaya.


Berbagai inovasi menurut Koentjaraningrat menyebabkan masyarakat menyadari bahwa kebudayaan mereka sendiri selalu memiliki kekurangan sehingga untuk menutupi kebutuhannya manusia selalu mengadakan inovasi. Sebagian besar inovasi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat adalah hasil dari pengaruh atau masuknya unsur-unsur kebudayaan asing dalam kebudayaan suatu masyarakat sehingga tidak bisa disangkal bahwa hubungan antarbudaya memainkan peranan yang cukup penting bagi keragaman budaya di Indonesia.


Kontak kebudayaan antara berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda menimbulkan keadaan saling memengaruhi satu sama lain. Terkadang tanpa disadari ada pengambilan unsur budaya dari luar. Oleh karena itu, salah satu faktor pendorong keragaman budaya di Indonesia adalah karena kontak dengan kebudayaan asing. Koentjaraningrat menyatakan bahwa penjajahan atau kolonialisme merupakan salah satu bentuk hubungan antarkebudayaan yang memberikan pengaruh kepada perkembangan budaya lokal. Proses saling memengaruhi budaya tersebut terjadi melalui proses akulturasi dan asimilasi kebudayaan.
 

1. Akulturasi Kebudayaan
 

Salah satu unsur perubahan budaya adalah adanya hubungan antarbudaya, yaitu hubungan budaya lokal dengan budaya asing. Hubungan antarbudaya berisi konsep akulturasi kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact yang digunakan oleh sarjana antropologi di Inggris mempunyai berbagai arti di antara para sarjana antropologi. Menurut Koentjaraningrat akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan lokal itu sendiri.


Di dalam proses akulturasi terjadi proses seleksi terhadap unsurunsur budaya asing oleh penduduk setempat. Contoh proses seleksi unsur-unsur budaya asing dan dikembangkan menjadi bentuk budaya baru tersebut terjadi pada masa penyebaran agama Hindu-Buddha di Indonesia sejak abad ke-1. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu– Buddha dari India ke Indonesia berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan Indonesia. Unsur-unsur kebudayaan Hindu–Buddha dari India tersebut tidak ditiru sebagaimana adanya, tetapi sudah dipadukan dengan unsur kebudayaan asli Indonesia sehingga terbentuklah unsur kebudayaan baru yang jauh lebih sempurna. Hasil akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu–Buddha adalah dalam bentuk seni bangunan, seni rupa, aksara, dan sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender, serta sistem kepercayaan dan filsafat. Namun, meskipun menyerap berbagai unsur budaya Hindu–Buddha, konsep kasta yang diterapkan di India tidak diterapkan di Indonesia.


Proses akulturasi kebudayaan terjadi apabila suatu masyarakat atau kebudayaan dihadapkan pada unsur-unsur budaya asing. Proses akulturasi kebudayaan bisa tersebar melalui penjajahan dan media massa. Proses akulturasi antara budaya asing dengan budaya Indonesia terjadi sejak zaman penjajahan bangsa Barat di Indonesia abad ke-16. Sejak zaman penjajahan Belanda, bangsa Indonesia mulai menerima banyak unsur budaya asing di dalam masyarakat, seperti mode pakaian, gaya hidup, makanan, dan iptek. Pada saat ini, media massa seperti televisi, surat kabar, dan internet menjadi sarana akulturasi budaya asing di dalam masyarakat. Melalui media massa tersebut, unsur budaya asing berupa mode pakaian, peralatan hidup, gaya hidup, dan makanan semakin cepat tersebar dan mampu mengubah perilaku masyarakat. Misalnya, mode rambut dan pakaian dari luar negeri yang banyak ditiru oleh masyarakat. Namun, dalam proses akulturasi tidak selalu terjadi pergeseran budaya lokal akibat pengaruh budaya asing. Misalnya, pemakaian busana batik dan kebaya sebagai busana khas bangsa Indonesia. Meskipun pemakaian busana model barat seperti jas sudah tersebar di dalam masyarakat, namun gejala tersebut tidak menggeser kedudukan busana batik dan kebaya sebagai busana khas bangsa Indonesia. Pemakaian busana batik dan kebaya masih dilakukan para tokoh-tokoh masyarakat di dalam acara kenegaraan di dalam dan luar negeri. Bahkan beberapa desainer Indonesia seperti Edward Hutabarat dan Ghea Pangabean sudah mulai mengembangkan busana batik sebagai alternatif mode pakaian di kalangan generasi muda. Modifikasi busana tradisional tersebut ternyata dapat diterima oleh masyarakat dan mulai dijadikan alternatif pilihan mode berbusana selain model busana barat.


Proses akulturasi berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal itu disebabkan adanya unsur-unsur budaya asing yang diserap secara selektif dan ada unsur-unsur budaya yang ditolak sehingga proses perubahan kebudayaan melalui akulturasi masih mengandung unsur-unsur budaya lokal yang asli.
 

Bentuk kontak kebudayaan yang menimbulkan proses akulturasi, antara lain sebagai berikut.
a. Kontak kebudayaan dapat terjadi pada seluruh, sebagian, atau antarindividu dalam masyarakat.
b. Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang memiliki jumlah yang sama atau berbeda.
c. Kontak kebudayaan dapat terjadi antara kebudayaan maju dan tradisional.
d. Kontak kebudayaan dapat terjadi antara masyarakat yang menguasai dan masyarakat yang dikuasai, baik secara politik maupun ekonomi.

 

Gambar 1.6 Busana batik sebagai produk budaya lokal


Berkaitan dengan proses terjadinya akulturasi, terdapat beberapa unsur-unsur yang terjadi dalam proses akulturasi, antara lain sebagai berikut.
 

a. Substitusi
Substitusi adalah pengantian unsur kebudayaan yang lama diganti dengan unsur kebudayaan baru yang lebih bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Misalnya, sistem komunikasi tradisional melalui kentongan atau bedug diganti dengan telepon, radio komunikasi, atau pengeras suara.
 

b. Sinkretisme
Sinkretisme adalah percampuran unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga membentuk sistem budaya baru. Misalnya, percampuran antara sistem religi masyarakat tradisional di Jawa dan ajaran Hindu-Buddha dengan unsur-unsur ajaran agama Islam yang menghasilkan sistem kepercayaan kejawen.
 

c. Adisi
Adisi adalah perpaduan unsur-unsur kebudayaan yang lama dengan unsur kebudayaan baru sehingga memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Misalnya, beroperasinya alat transportasi kendaraan angkutan bermotor untuk melengkapi alat transportasi tradisional seperti cidomo (cikar, dokar, bemo) yang menggunakan roda mobil di daerah Lombok.
 

d. Dekulturasi
Dekulturasi adalah proses hilangnya unsur-unsur kebudayaan yang lama digantikan dengan unsur kebudayaan baru. Misalnya, penggunaan mesin penggilingan padi untuk mengantikan penggunaan lesung dan alu untuk menumbuk padi.
 

e. Originasi

Originasi adalah masuknya unsur budaya yang sama sekali baru dan tidak dikenal sehingga menimbulkan perubahan sosial budaya dalam masyarakat. Misalnya, masuknya teknologi listrik ke pedesaan. Masuknya teknologi listrik ke pedesaan menyebabkan perubahan perilaku masyarakat pedesaan akibat pengaruh informasi yang disiarkan media elektronik seperti televisi dan radio. Masuknya berbagai informasi melalui media massa tersebut mampu mengubah pola pikir masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan hiburan dalam masyarakat pedesaan. Dalam bidang pendidikan, masyarakat menjadi sadar akan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat. Dalam bidang kesehatan masyarakat menjadi sadar pentingnya kesehatan dalam kehidupan masyarakat, seperti, kebersihan lingkungan, pencegahan penyakit menular dan perawatan kesehatan ibu dan anak untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak, serta peningkatan kualitas gizi masyarakat. Dalam bidang perekonomian, masyarakat pedesaan menjadi semakin memahami adanya peluang pemasaran produk-produk pertanian ke luar daerah.

f. Rejeksi
Rejeksi adalah proses penolakan yang muncul sebagai akibat proses perubahan sosial yang sangat cepat sehingga menimbulkan dampak negatif bagi sebagian anggota masyarakat yang tidak siap menerima perubahan. Misalnya, ada sebagian anggota masyarakat yang berobat ke dukun dan menolak berobat ke dokter saat sakit.

Akulturasi kebudayaan berkaitan dengan integrasi sosial dalam masyarakat. Keanekaragaman budaya dan akulturasi mampu mempertahankan integrasi sosial apabila setiap warga masyarakat memahami dan menghargai adanya keanekaragaman berbagai budaya dalam masyarakat. Sikap tersebut mampu meredam konflik sosial yang timbul karena adanya perbedaan persepsi mengenai perilaku warga masyarakat yang menganut nilai-nilai budaya yang berbeda.
 

 

2. Asimilasi Kebudayaan
 

Konsep lain dalam hubungan antarbudaya adalah adanya asimilasi (assimilation) yang terjadi antara komunitas-komunitas yang tersebar di berbagai daerah. Koentjaraningrat menyatakan bahwa asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila adanya golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbedabeda yang saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan tersebut berubah sifatnya dan wujudnya yang khas menjadi unsur-unsur budaya campuran.


Menurut Richard Thomson, asimilasi adalah suatu proses di mana individu dari kebudayaan asing atau minoritas memasuki suatu keadaan yang di dalamnya terdapat kebudayaan dominan. Selanjutnya, dalam proses asimilasi tersebut terjadi perubahan perilaku individu untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan dominan.
Proses asimiliasi terjadi apabila ada masyarakat pendatang yang menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat sehingga kebudayaan masyarakat pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama. Di Indonesia, proses asimilasi sering terjadi dalam masyarakat karena adanya dua faktor. Pertama, banyaknya unsur kebudayaan daerah berbagai suku bangsa di Indonesia. Kedua, adanya unsur-unsur budaya asing yang dibawa oleh masyarakat pendatang seperti warga keturunan Tionghoa dan Arab yang telah tinggal secara turun-temurun di Indonesia. Di dalam masyarakat, interaksi antara masyarakat pendatang dan penduduk setempat telah menyebabkan terjadinya pembauran budaya asing dan budaya lokal. Contoh asimilasi budaya tersebut terjadi pada masyarakat Batak dan Tionghoa di Sumatra Utara. Menurut Bruner, para pedagang Tionghoa yang tinggal di daerah Tapanuli sadar bahwa mereka merupakan pendatang sehingga mereka berusaha belajar bahasa Batak dan menyesuaikan diri dengan adat istiadat setempat karena dianggap menguntungkan bagi usaha perdagangan mereka. Sebaliknya, anggota masyarakat Batak Toba yang tinggal di Medan berusaha menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat setempat yang didominasi etnik Tionghoa. Selanjutnya, ia akan belajar bahasa Cina karena pengetahuan tersebut dianggap berguna dalam melakukan transaksi perdagangan dengan warga keturunan Tionghoa.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan multietnik karena beragamnya kebudayaan dan adat istiadat suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Namun, kehidupan manusia selalu mengalami perubahan yang berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat karena adanya suatu kontak antarkebudayaan yang akan saling memengaruhi satu sama lain. Kontak antarbudaya tersebut memberikan pengaruh terhadap beragamnya kebudayaan masyarakat.

Bagaimana sikap kita untuk menghadapi kontak budaya dalam komunitas yang bersifat plural? Sikap toleransi sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang memiliki keanekaragaman budaya. Sikap toleransi dan simpati mampu menjadikan setiap individu menghargai dan saling menyerap berbagai unsur budaya yang bisa memberikan manfaat dan menyaring bentuk-bentuk budaya yang negatif dalam masyarakat. Sikap toleransi dan simpati tersebut mampu mengintegrasikan berbagai kelompok masyarakat yang memiliki banyak perbedaan. Sikap tersebut mampu menghilangkan adanya prasangka antarkelompok dan sikap superioritas terhadap kelompok lain.

 

Rangkuman

Proses difusi atau penyebaran kebudayaan merupakan suatu proses penting dalam pengaruh antarbudaya. Bagi manusia, interaksi sosial mutlak diperlukan dalam kehidupan yang melibatkan berbagai macam komunitas yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Selain itu, kebudayaan bersifat sangat dinamis dan peka terhadap kontak dengan kebudayaan atau komunitas lain sehingga terbentuklah proses saling memengaruhi antarkebudayaan.

Budaya lokal Indonesia sudah tercampur dengan berbagai budaya asing yang masuk ke Indonesia, baik melalui jalur damai seperti perdagangan maupun jalur penjajahan. Proses saling memengaruhi kebudayaan tersebut dalam antropologi tidak terlepas dalam konteks akulturasi atau kontak kebudayaan serta asimilasi yang melibatkan proses pertukaran dan pengambilan unsur-unsur kebudayaan antarkomunitas.


 

Istilah terkait hubungan  antar budaya : difusi kebudayaan, hubungan antarbudaya, interaksi sosial, akulturasi, budaya lokal, asimilasi, budaya asing

Budaya Asing

 

Budaya Asing


Kebudayaan suatu negara atau wilayah tidak terbentuk secara murni. Artinya, kebudayaan bukan hanya merupakan hasil interaksi dalam masyarakat, namun juga telah terpengaruh dan bercampur dengan unsur kebudayaan dari luar. Pengaruh budaya asing terjadi pertama kali saat suatu bangsa berinteraksi dengan bangsa lain. Misalnya, melalui perdagangan dan penjajahan. Dalam proses interaksi tersebut terjadi saling memengaruhi unsur budaya antarbangsa.


Pada awalnya, perhatian para sarjana antropologi untuk memahami bagaimana unsur kebudayaan asing bisa masuk ke Indonesia adalah melalui penelusuran sejarah mengenai kedatangan bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang bertujuan untuk melakukan kolonisasi. Pada masa kolonial Belanda diterapkan sistem administrasi, seperti kelurahan, kawedanan, desa, dan dusun yang sampai sekarang masih tetap berlaku. Pengaruh budaya asing lainnya yang bersifat positif adalah budaya baca tulis yang mulai diterapkan pada masyarakat di segala lapisan sosial.


Budaya asing tidak harus selalu diartikan budaya yang berasal dari luar negeri, seperti budaya barat. Namun, tidak bisa disangkal bahwa budaya barat berupa makanan, mode, seni, dan iptek memang telah banyak memengaruhi budaya masyarakat di Indonesia. Pada abad ke20 dan ke-21, pengaruh budaya asing di Indonesia dapat terlihat melalui terjadinya gejala globalisasi. Dalam proses globalisasi terjadi penyebaran unsur-unsur budaya asing dengan cepat melalui sarana teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi.


1. Faktor Sejarah
 

Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudra, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Karena letak geografis tersebut, Indonesia terletak di persimpangan jalan yang banyak disinggahi orang-orang asing. Akibatnya, Indonesia banyak menerima pengaruh unsur kebudayaan asing, seperti dari India, Cina, dan Eropa. Hubungan dengan masyarakat luar tersebut menyebabkan bertambahnya keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia terdiri atas unsur kebudayaan asli, yaitu kebudayaan nenek moyang pada zaman prasejarah dan unsur kebudayaan dari luar, seperti kebudayaan Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Itulah sebabnya, kebudayaan Indonesia banyak yang diwarnai budaya asing. Misalnya, dalam gaya hidup, cara berpakaian, seni musik, dan seni tari. Pengaruh Hindu sangat terasa dalam susunan negara dan pemerintah, terutama mengenai kedudukan raja-raja pada zaman dahulu yang dianggap sebagai keturunan dewa yang bersifat turun-temurun. Dengan masuknya Hindu, rakyat Indonesia dapat belajar membaca dan menulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sanskerta. Akibat pengaruh Hindu dan Buddha maka seni bangunan candi berkembang pesat, seperti dengan berdirinya Candi Borobudur, Prambanan, dan Mendut. Selain itu, agama Islam juga banyak memengaruhi masyarakat Indonesia. Hampir sebagian besar penduduk Indonesia terpengaruh budaya Islam. Bahkan di daerah Aceh, Banten, Cirebon, Demak, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Barat Islam berkembang pesat, terutama pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa Eropa di samping membawa pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi juga menyebarkan agama Kristen.

 

Gambar 1.4 Candi Borobudur
 

Wawasan Kebhinekaan

Menurut Haryati Subadio, faktor pendukung keanekaragaman budaya lokal di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Indonesia merupakan daerah kepulauan yang sangat luas dan bervariasi kondisi geografisnya.
2. Penduduk Indonesia beraneka ragam suku, bahasa, budaya, dan adat istiadatnya.
3. Keanekaragaman budaya lokal Indonesia berasal dari rumpun bahasa dan budaya yang sama.

 

2. Pengaruh Budaya Asing dalam Era Globalisasi
 

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, Indonesia telah memasuki era globalisasi. Kemajuan teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi telah menyebabkan masuknya pengaruh budaya dari seluruh penjuru dunia dengan cepat ke Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, globalisasi adalah proses terbentuknya sistem organisasi dan sistem komunikasi antarmasyarakat di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk mengikuti sistem serta kaidah-kaidah yang sama. Pada era globalisasi, peristiwa yang terjadi di suatu negara dapat diketahui dengan cepat oleh negara lain melalui media massa, seperti televisi, radio, surat kabar atau internet.

Globalisasi berlangsung melalui saluran-saluran tertentu, seperti media massa, pariwisata internasional, lembaga perdagangan dan industri internasional, serta lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan. Saluran-saluran globalisasi, antara lain sebagai berikut.


a. Media Massa
 

Arus globalisasi diperoleh melalui media komunikasi massa, seperti radio, televisi, surat kabar, film, dan internet. Globalisasi melalui media massa telah membuat dunia menjadi seolah-olah tanpa batas. Melalui media massa, seperti televisi yang disiarkan dalam jaringan satelit, peristiwa bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004 dapat diketahui di seluruh dunia. Demikain juga dengan perkembangan internet yang telah memudahkan perkembangan iptek dengan adanya kemudahan mengakses berbagai informasi dari seluruh penjuru dunia dengan murah dan cepat. Selain itu, dalam arus globalisasi, terjadi perubahan perilaku masyarakat di bidang mode pakaian, peralatan hidup, dan makanan akibat pengaruh penyebaran informasi dari luar negeri melalui media massa.


b. Pariwisata Internasional
 

Berkembangnya sektor pariwisata internasional juga berpengaruh terhadap penyebaran arus globalisasi. Kegiatan pariwisata internasional yang melibatkan banyak negara dapat dilakukan dengan mudah karena adanya kemajuan sarana transportasi dan telekomunikasi. Dengan meningkatnya kebutuhan wisata antarnegara menyebabkan masuknya devisa yang sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan suatu negara. Dengan berkembangnya sektor pariwisata internasional, seseorang dapat dengan mudah berpergian dari satu negara ke negara lainnya.


c. Lembaga Perdagangan dan Industri Internasional
 

Globalisasi dalam perdagangan internasional ditandai dengan adanya pasar bebas. Dalam era pasar bebas, setiap negara akan berlomba-lomba mengembangkan keunggulan komparatifnya untuk menarik para investor dari luar negeri. Era pasar bebas juga ditandai adanya kebebasan kontak perdagangan antarnegara tanpa dibatasi hambatan fiskal dan tarif. Walaupun setiap negara bebas untuk menjalin hubungan perdagangan, namun tetap diperlukan suatu wadah kerja sama di bidang ekonomi. Misalnya, pendirian dewan kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) dan dewan kerja sama ekonomi Amerika Utara (NAFTA).

Arus globalisasi yang melanda seluruh dunia mempunyai dampak bagi bidang sosial budaya suatu bangsa. Pada awalnya, globalisasi hanya dirasakan di kota-kota besar di Indonesia. Namun dengan adanya kemajuan teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi globalisasi juga telah menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Arus globalisasi yang penyebarannya sangat luas dan cepat tersebut membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif globalisasi, antara lain sebagai berikut.
1. Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang memudahkan kehidupan manusia.
2  Kemajuan teknologi menyebabkan kehidupan sosial ekonomi lebih produktif, efektif, dan efisien sehingga membuat produksi dalam negeri mampu bersaing di pasar internasional.

3. Kemajuan teknologi memengaruhi tingkat pemanfaatan sumber daya alam secara lebih efisien dan berkesinambungan.
4. Kemajuan iptek membuat bangsa Indonesia mampu menguasai iptek sehingga bangsa Indonesia mampu sejajar dengan bangsa lain.


Globalisasi juga mempunyai dampak negatif, antara lain sebagai berikut.
1. Terjadinya sikap mementingkan diri sendiri (individualisme) sehingga kegiatan gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat mulai ditinggalkan.
2. Terjadinya sikap materialisme, yaitu sikap mementingkan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi karena hubungan sosial dijalin berdasarkan kesamaan kekayaan, kedudukan sosial atau jabatan. Akibat sikap materialisme, kesenjangan sosial antara golongan kaya dan miskin semakin lebar.
3. Adanya sikap sekularisme yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan nilai-nilai agama.
4. Timbulnya sikap bergaya hidup mewah dan boros karena status seseorang di dalam masyarakat diukur berdasarkan kekayaannya.
5. Tersebarnya nilai-nilai budaya yang melanggar nilai-nilai kesopanan dan budaya bangsa melalui media massa seperti tayangantayangan film yang mengandung unsur pornografi yang disiarkan televisi asing yang dapat ditangkap melalui antena parabola atau situs-situs pornografi di internet.
6. Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa, yang dibawa para wisatawan asing. Misalnya, perilaku seks bebas (free sex).
 

Gejala individualisme di perkotaan, mobilitas penduduk yang tinggi serta efisiensi merupakan kebiasaan hidup masyarakat kota yang telah terpengaruh budaya asing. Namun, tidak bisa disangkal bahwa semua itu adalah karena pengaruh modernitas kehidupan manusia. Kebutuhan manusia yang semakin beragam dan penghargaan atas waktu menjadikan efisiensi dan kepraktisan sebagai sesuatu yang penting untuk manusia.

Dengan demikian, segala kebiasaan yang bersifat rumit disederhanakan agar lebih efisien.


Di Indonesia, modernitas adalah salah satu konsep yang menunjukkan adanya interaksi antara budaya lokal dan budaya asing. Ciri-ciri modernitas adalah mobilitas sosial yang tinggi, efisiensi, dan sikap individualisme. Hal-hal tersebut tidak bisa dipungkiri telah memengaruhi kehidupan manusia. Namun, setiap perubahan kebudayaan mempunyai dampak positif dan negatif. Individualisme berdampak negatif apabila mendorong individu untuk bekerja secara lebih produktif. Namun, di sisi lain individualisme juga berdampak pada timbulnya sikap mementingkan diri sendiri. Selain itu, sebagai dampak individualisme, kegiatan gotong royong dan bentuk-bentuk kelembagaan sosial lainnya mulai diabaikan. Dengan demikian, modernitas tidaklah harus dinilai secara positif atau negatif karena hal itu tergantung pada bagaimana masyarakat dan individu memberikan penilaian sesuai dengan konteks kebudayaannya.


Namun, sebenarnya kemodernan tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan nilainilai kebersamaan, empati, dan solidaritas sosial. Oleh karena itu, setiap individu harus memiliki kesadaran untuk tetap menghargai nilai-nilai tersebut. Perwujudan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas sosial dalam masyarakat memang tidak bisa diterapkan secara kaku. Misalnya, lebih sulit untuk menerapkan sikap tersebut di dalam masyarakat perkotaan. Hal itu disebabkan sikap individualisme dan budaya materialisme yang lebih tinggi pada masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, perwujudan sikap empati sosial di dalam masyarakat perkotaan tidak bisa diterapkan dengan meniru kebersamaan masyarakat di daerah pedesaan. Perwujudan sikap empati sosial tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk membantu sesama yang mengalami musibah bencana alam. Contohnya pada saat terjadinya bencana tsunami di Aceh, gempa Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta, dan bencana banjir di Jakarta tahun 2007, sikap kegotongroyongan dan kebersamaan diwujudkan warga masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan sosial untuk meringankan penderitaan korban bencana alam.

 

Gambar 1.5 Pemberian bantuan kepada korban gempa di DIY dan Jawa Tengah

 

3. Pengaruh Budaya Asing
 

Sebagai sarana pewarisan budaya pada era globalisasi, media massa sangat berpengaruh dalam penyerapan budaya asing di masyarakat yang bersifat positif dan negatif. Dampak positif budaya asing di media massa adalah masuknya iptek yang menunjang kemajuan di segala bidang. Pengaruh negatif budaya asing di media massa adalah terjadinya goncangan budaya karena adanya individu yang tidak siap menerima perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya dan adat istiadat.

 

 

Istilah terkait budaya asing : budaya indonesia, budaya lokal, budaya nasional, contoh budaya asing, dampak budaya asing, kebudayaan asing, kebudayaan indonesia, masuknya budaya asing, pengaruh budaya asing, pengertian budaya, pengertian budaya asing

 

Facebook Comments