Kamis, 20 Maret 2014

Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Budaya di Indonesia

Alternatif Penyelesaian Masalah Keberagaman Budaya di Indonesia

 
Berbagai persoalan yang timbul akibat keberagaman budaya bangsa Indonesia yang plural dan majemuk ini memerlukan sebuah model penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga konflik sosial yang selama ini berkembang dapat diminimalkan. Sebuah masyarakat yang memiliki karakteristik heterogen pola hubungan sosial antarindividunya di dalam masyarakat, harus mampu mengembangkan sifat toleransi dan menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan menerima setiap perbedaan-perbedaan yang melekat pada keberagaman budaya bangsa. Oleh karena itu, diperlukan sebuah konsep yang mampu mewujudkan situasi dan kondisi sosial yang penuh kerukunan dan perdamaian meskipun terdapat kompleksitas perbedaan. Kebesaran kebudayaan suatu bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keanekaragaman kebudayaan dalam sebuah kesatuan yang dilandasi suatu ikatan kebersamaan.
 
Salah satu pengembangan konsep toleransi terhadap keberagaman budaya adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang multikultural dengan bentuk pengakuan dan toleransi, terhadap perbedaan dalam kesetaraan individual maupun secara kebudayaan. Dalam masyarakat multikultural, masyarakat antarsuku bangsa dapat hidup berdampingan, bertoleransi, dan saling menghargai. Nilai budaya tersebut bukan hanya merupakan sebuah wacana, tetapi harus dijadikan pedoman hidup dan nilai-nilai etika dan moral dalam perilaku masyarakat Indonesia. Dalam prinsip multikulturalisme ini penegakan prinsip-prinsip demokrasi menjadi tujuan utama nilai-nilai sosial.
 
Salah satu ciri masyarakat multikultur adalah pengakuan terhadap kesetaraan dalam perbedaan. Melalui pendekatan multikultur setiap kebudayaan dan antarkelompok masyarakat dipandang mempunyai cara hidupnya sendiri-sendiri yang harus dipahami dari konteks masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.
 
Masyarakat demokratis adalah masyarakat yang menggunakan konsep demokrasi sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan didukung oleh pranata-pranata sosial masyarakat. Prinsip demokrasi hanya dapat berkembang dan hidup secara mantap dalam sebuah masyarakat yang mempunyai toleransi terhadap perbedaan-perbedaan karena adanya kesetaraan dalam kemajuan dan kesejahteraan hidup masyarakatnya
 
Dalam melaksanakan prinsip demokrasi terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, sistem negara menganut prinsip demokrasi partisipatif. Dalam sistem demokrasi partisipatif, hukum adalah supremasi tertinggi dengan tidak memihak pada kelompok tertentu. Semua kelompok masyarakat, baik mayoritas atau minoritas, kaya atau miskin dikendalikan melalui prinsip-prinsip hukum yang objektif. Kedua, adanya distribusi pendapatan dan sarana ekonomi yang relatif merata. Artinya, tidak terjadi ketimpangan sosial ekonomi antarlapisan, golongan, dan daerah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor ekonomi dan politik sangat penting dalam mengelola masyarakat majemuk tersebut.
 
Selain itu, alternatif penyelesaian keberagaman budaya yang ada di Indonesia dilakukan melalui interaksi lintas budaya dengan mengembangkan media sosial, seperti pengembangan lambang-lambang komunikasi lisan maupun tertulis, norma-norma yang disepakati dan diterima sebagai pedoman bersama, dan perangkat nilai sebagai kerangka acuan bersama. Sebenarnya interaksi lintas budaya bagi masyarakat Indonesia yang tersebar di Kepulauan Nusantara bukan merupakan hal yang baru. Jauh sebelum kedatangan orang Eropa, mobilitas penduduk di Kepulauan Nusantara tersebut cukup tinggi yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa atau golongan sosial perkotaan di Indonesia. Gejala tersebut bukan hanya membuktikan betapa tingginya mobilitas penduduk di masa lampau, melainkan juga mencerminkan adanya pola-pola interaksi sosial lintas budaya.
 
 
Gambar 3.3 Toponomi perkampungan masa kolonial
Sumber: Masa Menjelang Revolusi
 
Berdasarkan pola-pola pemukiman yang tercermin dalam toponomi perkampungan suku bangsa terdapat pola pembagian kerja yang cukup rapi antara anggota suku bangsa dan golongan sosial yang membentuk corporate group perkotaan Indonesia di masa lampau. Pembagian kerja atau spesialisasi yang menjadi sumber mata pencaharian yang ditekuni oleh masing-masing kelompok suku bangsa atau golongan sosial tersebut telah mendorong mereka untuk mendirikan perkampungan yang memberikan kesan eksklusif. Walaupun perkampungan eksklusif kesukuan ataupun golongan tersebut kini telah berkurang (survival), namun dalam perkembangan di perkotaan nampak adanya kecenderungan para pendatang baru untuk hidup berkelompok dalam suatu perkampungan. Hal ini didorong oleh adanya kesamaan profesi. Misalnya, di kota Surakarta terdapat perkampungan batik Laweyan, perkampungan Islam Kauman atau perkampungan pecinan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Facebook Comments